Kasus hipertensi atau tekanan darah tinggi terus meningkat dari tahun ke tahun. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik pada tubuh seseorang lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg.
Hipertensi dapat muncul tanpa gejala dan sering kali baru terdeteksi saat pemeriksaan kesehatan rutin atau medical check up. Tekanan darah tinggi yang tidak segera diobati dapat menimbulkan sejumlah komplikasi, seperti penyakit jantung, kerusakan ginjal, dan stroke.
Langkah diagnosis hipertensi mula-mula dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pasien kemudian akan menggunakan alat pengukur tekanan darah. Hasil pengukuran akan dilihat berdasarkan empat kategori tekanan darah secara umum, yaitu:
- Tekanan darah normal: di bawah 120/80 mmHg
- Prahipertensi: tekanan darah di rentang 120/80 mmHg – 139/90 mmHg
- Hipertensi tahap 1: tekanan darah di rentang 140/90 mmHg – 159/99 mmHg
- Hipertensi tahap 2: tekanan darah di atas 160/100 mmHg
- Krisis hipertensi: tekanan darah di atas 180/120 mmHg Kondisi ini merupakan situasi darurat sehingga pasien diperlukan penanganan medis sesegera mungkin
Cara mengatasi hipertensi ini harus dilakukan secara medis agar penanganannya tepat dan tidak memperburuk kondisi. Penderita hipertensi umumnya diharuskan untuk mengonsumsi obat rutin agar tekanan darahnya dapat terjaga.
Obat-obatan tekanan darah tinggi ini cukup beragam dan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
ACE inhibitor (angiotensin-converting enzyme inhibitor)
Contoh obat ACE inhibitor yang sering digunakan adalah captopril, enalapril, lisinopril, perindopril, dan ramipril. Ada beberapa efek samping dari obat ACE inhibitor, yaitu batuk kering, sakit kepala, pusing, hiperkalemia, dan ruam kulit.
ARB (angiotensin II receptor blocker)
Contoh obat ARB: azilsartan (Edarbi), candesartan (Atacand), irbesartan, losartan potassium, eprosartan mesylate, olmesartan (Benicar), telmisartan (Micardis), dan valsartan (Diovan).
Penghambat beta (beta blockers)
Contoh obat penghambat beta adalah atenolol, bisoprolol, dan metoprolol. Efek samping yang sering dialami setelah mengonsumsi obat ini adalah pusing, sakit kepala, mual, kelelahan, susah tidur, dan sesak napas. Oleh karena itu, penggunaan obat penghambat beta mungkin perlu dihindari oleh penderita hipertensi yang memiliki asma.
CCB (calcium channel blocker)
Sama seperti jenis obat tekanan darah tinggi lainnya, CCB juga menimbulkan efek samping. Beberapa efek samping yang dapat muncul akibat penggunaan CCB adalah sakit kepala, kaki bengkak, dada berdebar, dan sembelit. Obat ini biasanya diberikan bersamaan dengan penghambat beta. Contoh obat CCB adalah amlodipine, nicardipine, diltiazem, verapamil, dan nifedipine.
Diuretik
Cara kerja obat ini membuat Anda jadi lebih sering buang air kecil. Selain itu, obat hipertensi diuretik juga dapat menimbulkan efek samping lainnya, yaitu kelelahan, kram otot, lesu, nyeri dada, pusing, sakit kepala, atau sakit perut. Contoh obat diuretik adalah furosemide, torsemide, spironolactone, dan hydrochlorothiazide.
Nitrat
Jenis obat-obatan nitrat adalah isosorbide dinitrate, isosorbide mononitrate, dan glyceryl trinitrate. Obat tekanan darah tinggi golongan nitrat ini dapat menimbulkan efek samping berupa pusing, wajah kemerahan, mual, hipotensi, dan rasa tidak nyaman di mulut.
Penghambat alfa (alpha blockers)
Obat-obatan golongan penghambat alfa umumnya bukan merupakan pilihan obat tekanan darah tinggi yang utama. Obat ini biasanya diberikan kepada penderita hipertensi yang juga memiliki kondisi medis lain. Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat alfa adalah terazosin, prazosin, dan tamsulosin.
Permasalahan yang banyak dihadapi oleh industri farmasi saat ini adalah kenyataan bahwa hampir 70% dari kandidat senyawa obat baru dan 40% dari senyawa obat yang telah beredar di pasaran merupakan senyawa yang sukar larut dalam air.
Tidak sedikit kandidat obat yang gagal dipasarkan karena memiliki kelarutan yang rendah, meskipun aktivitas farmakologinya potensial. Industri farmasi harus berupaya untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi zat aktif agar diperoleh suatu sediaan farmasi yang memenuhi syarat.
Untuk itu diperlukan uji disolusi dalam pembuatan tablet obat supaya dapat terjamin hasil produksinya. Salah satu alat yang bisa digunakan yaitu Dissolution DT 126 Light dari Erweka.
Gbr. Erweka DT 126 Light
Klik brosur
DT 126 Light merupakan disolusi tester yang sempurna dengan mode kepala yang tinggi dilengapi dengan 6 stasiun uji. Seperti semua produk ERWEKA, Seri DT ini juga 100% sesuai dengan USP/EP/JP. Mode high-head menjadikan akses mudah dan dengan demikian menyederhanakan pengambilan sampel manual.
DT 126 Light :
- Desain ringkas menghemat ruang lab
- Mode kepala tinggi untuk akses mudah ke vessel
- Poros universal dengan attachment untuk Metode 1, 2 (termasuk paddle) dan 5
- Membersihkan bak air dan area pengaturan dengan mudah
- Aliran eksternal melalui pemanas mengurangi pengaruh eksternal getaran dan memastikan suhu konstan
- Kontrol sederhana menggunakan keypad simbol dengan tampilan LED untuk suhu, RPM dan runtime
- Pengambilan sampel manual menggunakan dudukan yang dapat disesuaikan ketinggiannya untuk titik pengambilan sampel sesuai USP
Untuk informasi lebih lanjut mengenai produk diatas,bisa mengirimkan email ke marketing@almega.co.id.